BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Simon H.C menyatakan bahwa persoalan
utama dalam masalah ekonomi selain kemiskinan adalah masalah produksi. Produksi
merupakan elemen penting dalam aktivitas ekonomi. Keberadaan produksi menjadi
titik sentral dalammata rantai kegiatan ekonomi selain distribusi dan konsumsi.
Mustafa Nasution meneybutkan bahwa korelasi produksi, distribusi dan konsumsi
seperti mata rantai yang saling berkaitan. Ketiganya akan berfungsi secara
efektif dan efisien ketika berjalan beriringan dan akan mengalami stagnasi
ketikasalah satu dari kryiga aspek tersebut terhenti. Oleh karena itu,
pantaslah jika dikatakan bahwa produksi menempati sebagian besar ruang jiwa
manusia menurut tingkat dan taraf masing-masing (Fita, 2018).
Produksi dalam ekonomi Islam merupakan
setiap bentuk aktivitas yang dilakukan untuk mewujudkan manfaat atau
menambahkannya dengan cara mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang disediakan
Allah SWT, sehingga menjadi maslahat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sistem
produksi merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari prinsip produksi serta
faktor produksi. Prinsip produksi dalam Islam berarti menghasilkan sesuatu yang
halal yang merupakan akumulasi dari semua proses produksi mulai dari sumber
bahan baku sampai dengan jenis produk yang dihasilkan baik berupa barang maupun
jasa (Turmudi, 2017).
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
penyusun dapat mengambil rumusan masalah yaitu bagaimana teori produksi dalam
perspektif Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Produksi
Produksi dalam istilah konvensional
adalah mengubah sumber-sumber dasar ke dalam barang jadi, atau proses dimana
input diolah menjadi output. Dalam istilah ini kita mengaitkannya dengan konsep
efisiensi ekonomis, yaitu suatu usaha yang meminimalkan biaya produksi dari
beberapa tingkat output selama periode yang dibutuhkan.[1]
Sementara itu, menurut
literatur ekonomi Islam, istilah produksi dalam bahasa arab disebut dengan “al-intaj”
dari akar kata nataja, yang secara harfiah dimaknai dengan “ijadul
silatin” (mewujudkan atau mengadakan sesuatu)[2].
Sedangkan dalam terminologi, para ekonom Muslim berbeda pendapat dalam
menjelaskan produksi, diantaranya:
1. Al-Ghazali (1058-1111M) menganggap bahwa produksi merupakan elemen
penting dalam beribadah. Secara khusus ia memandang bahwa memproduksi
barang-barang kebutuhan dasar sebagai suatu kewajiban sosial (fard alkifayah).
Ini berarti jika telah ada orang yang berkecimpung di dunia usaha yang
memproduksi barang-barang dengan jumlah yang mencukupi kebutuhan masyarakat,
maka kewajiban seluruh masyarakat telah terpenuhi. Namun jika tidak ada
seorangpun yang melibatkan diri dalam kegiatan tersebut atau jika jumlah yang
diproduksi tidak mencukupi kebutuhan masyarakat, semua orang akan dimintai
pertanggung jawabannya di akhirat. Ia menegaskan bahwa aktifitas ekonomi harus
dilakukan secara efisien karena merupakan bagian dari pemenuhan tugas keagamaan
seseorang.
2. Ibnu Khaldun (1332-1406M) memandang produksi sebagai pencurahan tenaga
untuk memproduksi sesuatu (barang atau jasa) yang dapat memenuhi kebutuhan,
baik kebutuhan individu maupun kebutuhan masyarakat.
3. Imam Asy-Syatibi (W-1388M) menjelaskan bahwa produksi merupakan penambahan
nilai guna atas suatu barang yang berorientasi kepada kemaslahatan, dimana kemaslahatan
tersebut dapat terwujud dengan memelihara maqashid syari‟ah yang terdiri
dari lima unsur pokok kehidupan, diantaranya agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta.
4. Produksi
menurut As-sadr, adalah usaha mengembangkan sumber daya alam agar lebuh
bermanfaat bagi kebutuhan manusia.[3]
5. Pengertian
produksi perspektif islam yang dikemukakan Qutub Abdus Salam Duaib, adalah
usaha mengekspoitasi sumber-sumber daya agar dapat menghasilkan manfaat ekonomi.
Dalam pengertian ahli ekonomi, yang
dapat dikerjakan dikerjakan manusia hanyalah membuat barang-barang menjadi
berguna yang ini disebut barang yang “dihasilkan”.[4] Dalam
sistem ekonomi islam kata “produksi” merupakan salah satu kata kunci
terpenting. Dari konsep dan gagasan produksi ditekankan bahwa tujuan utama yang
ingin dicapai kegiatan ekonomi yang diteorisasikan sistem ekonomi islam adalah
untuk kemaslahatan individu (self
interest) dan kemaslahatan masyarakat (sosial
interest) secara berimbang. Untuk menjamin terwujudnya kemaslahatan
individu dan masyarakat, sistem ekonomi islam menyediakan beberapa landasan
teoritis, sebagai berikut:[5]
1. Keadilan
ekonomi (Al-adalah al-iqtisadiyah).
2. Jaminan
sosial (At-takaful al-Ijtima’i).
3. Pemanfaatan
sumber-sumber daya ekonomi produktif secara efisien.
Produksi tidak berarti
hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, melainkan yang dapat
dilakukan oleh manusia adalah membuat barang-barang menjadi berguna yang
dihasilkan dari beberapa aktivitas produksi, karena tidak ada seorang pun yang
dapat menciptakan benda yang benar-benar baru. Membuat suatu barang menjadi
berguna berarti memproduksi suatu barang yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat serta memiliki daya jual yang yang tinggi.[6]
Gambar 2.1 Konsep
Produksi dalam Islam
Sumber: Junal Produksi
dalam Perspektif Ekonomi Islam (Muhammad Turmudi)
B.
Tujuan
Produksi dalam Islam
Dalam konsep ekonomi konvensional
produksi bertujuan untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Sedangkan produksi
dalam Islam yang bertujuan untuk memberikan mashlahah yang maksimum bagi
konsumen. Hal ini bukan berarti laba dilarang dalam Islam, namun mendapatkan
laba tentunya tidak keluar dari syariat Islam [7].
Adapun konsep mashlahah dalam
perilaku produsen dibagi menjadi dua komponen, yaitu manfaat (fisik dan non-fisik)
dan berkah. Konsep mashlahah dirumuskan dengan: [8]
M
= π + B
|
Dimana
:
M = Mashlahah
π
= keuntungan
B
= Berkah
Keuntungan bagi seorang produsen
biasanya adalah laba (profit), yang diperoleh setelah dikurangi oleh
faktor-faktor produksi. Sedangkan berkah berwujud segala hal yang memberikan
kebaikan dan manfaat bagi produsen sendiri dan manusia secara keseluruhan. [9]
Tujuan produksi menurut perspektif
fiqih ekonomi khalifah Umar bin Khattab adalah sebagai berikut : [10]
1. Merealisasikan
keuntungan seoptimal mungkin.
Maksud tujuan ini
berbeda dengan pemahaman kapitalis yang berusaha meraih keuntungan sebesar
mungkin, akan tetapi ketika berproduksi memperhatikan realisasi keuntungan
dalam arti tidak sekedar beproduksi rutin atau asal produksi.
2. Merealisasikan
kecukupan individu dan keluarga.
Seorang muslim wajib
melakukan aktivitas yang dapat merealisasikan kecukupannya dan kecukupan orang
yang menjadi kewajiban nafkahnya.
3. Tidak
mengandalkan orang lain.
Umar r.a. tidak
membolehkan seseorang yang mampu bekerja untuk menengadahkan tangannnya kepada
orang lain dengan meminta-minta, dan menyerukan kaum muslimin untuk bersandar
kepada diri mereka sendiri, tidak mengharapkan apa yang ditangan orang lain.
4. Melindungi harta dan mengembangkannya.
Harta memiliki peranan
yang besar dalamIslam. Sebab dengan harta, dunia dan agama dapat ditegakkan.
Tnpa harta, seorang tidak akan istiqomah dalam agamanya, dan tidak
tenang dalam kehidupannya. Dalam fiqih ekonomi Umar r.a. terdapat banyak
riwayat yang menjelaskan urgensi harta, dan bahwa harta sangat banyak
dibutuhkan untuk penegakan berbagai masalah dunia dan agama. Sebab , di dunia
harta adalah sebagai kemuliaan dan kehormatan, serta lebih melindungi agama
seseorang. Didalamnya terdapatkebaikan bagi seseorang, dan menyambung
silaturrahmi dengan orang lain. Karena itu, Umar r.a. menyerukan kepada manusia
untuk memelihara harta dan mengembangkannnya dengan mengeksplorasinya dalam
kegiatan-kegiatan produksi.
5. Mengeksplorasi
sumber-sumber ekonomi dan mempersiapkannya untuk dimanfaatkan.
Rezeki yang diciptakan
Allah swt, dimuka bumi ini lebih luas daripada yang terbesit dalam benak kita
tentang kata rezeki itu sendiri. Rezeki bukan hanya harta yang didapatkan
seseorang di tangannya untuk memenuhi kebutuhannya dan kesenangannnya, namun
mencakup segala sesuatu yang dititpkan oleh Allah SWT di muka bumi ini.
6. Pemberantasan
dari belenggu ketergantungan ekonomi.
Produksi merupakan
sarana terpenting dalam merealisasikan kemandirian ekonomi. Bangsa yang
memproduksi kebutuhan-kebutuhannya adlah bangsa yang mandiri dan terbebas dari
belenggu ketergantungan ekonomi bangsa lain. Sedangkan bangsa yang mengandalkan
konsumsi akan selalu menjadi tawanan belenggu ekonomi bangsa lain. Sesungguhnya
kemandirian politik dan peradaban suatu bangsa tidak akan sempurna tanpa
kemandirian ekonomi.
7. Taqarrub
kepada Allah SWT
Bahwa seorang produsen
muslim akan meraih pahala dari sisi Allah SWT disebabkan aktivitas produksinya,
baik bertujuan untuk memperoleh keuntungan, merealisasikan kemapanan,
melindungi harta dan mengembangkannya, atau tujuan lain selama ia menjadikan
aktivitasnya tersebut sebagai sarana pertolongan dalam menaati Allah SWT.
Adapun tujuan produksi dalam Islam
sebagai berikut : [11]
1. Pemenuhan
kebutuhan manusia pada tingkat moderat.
Dalam pemenuhan
kebutuhan ini menimbulkan dua implikasi. Pertama, produsen hanya
menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu
merupakan keinginan konsumen. Barang dan jasa yang dihasilkan harus memiliki
manfaat riil bagi kehidupan yang Islam. Kedua, kuantitas produksi tidak
akan berlebihan, tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar. Produksi barang dan
jasa secara berlebihan tidak saja menimbulkan mis-alokasi sumber daya ekonomi
dan kemubadziran, tetapi juga menyebabkan terkurasnya sumber daya ekonomi.
2. Menemukan
kebutuhan masyarakat dan pemenuhannnya.
Dalam menyediakan
kebutuhan masyarakat, produsen tidak hanya sekedar bersikap reaktif terhadap
kebutuhan konsumen. Produsen dituntut untuk proaktif, kreatif dan inovatif
dalam menemukan berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen.
Penemuan ini kemudian dipromosikan kepada konsumen sehingga konsumen
mengetahuinya. Konsumen sering kali tidak mengetahui barang apa yang dibutuhkan
dalam hidupnya dimasa depan, sehingga produsen harus mampu melakukan inovasi
dalam produksi.
3. Menyiapkan
persediaan barang dan jasa di masa depan
Sikap proaktif ini juga
harus berorientasi ke masa depan karena tidak hanya menghasilkan barang dan
jasa yang bermanfaat bagi kehidupan masa sekarang, namun untuk kehidupan
mendatang. Selain itu, harus memiliki kesadaran dalam menggunakan sumber daya
alam dan tidak melakukan eksploitasi agar tidak menimbulkan kelangkaan dimasa
depan.
Orientasi ke masa depan
dapat mendorong produsen untuk terus menerus melakukan riset dan pengembangan guna
menemukan berbagai jenis kebutuhan, teknologi yang diterapkan, serta berbagai
standar lain yang sesuai dengan tuntutan zaman. Efisiensi produksi juga perlu
dilakukan untuk menjaga kelangsungan dan kesinambungan pembangunan.
4. Pemenuhan
sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah swt.
Tujuan produksi selain
untuk mencapai mashlahah juga mendapatkan berkah, yang secara fisik
belum tentu dirasakan oleh pengusaha itu sendiri. Hal ini berarti bahwa
produksi tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga melindungi harta dan
mengembangkannya.
C.
Prinsip-Prinsip
Produksi
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan
dalam proses produksi, antara lain dikemukakan Muhammad Al-Munbarak dalam
kitabnya Nizam al-islami al-iqtisadi: Mabadi Wa Qawa’id ‘Ammah, sebagai
berikut:[12]
1. Dilarang
memproduksi dan memperdagangkan komoditas yang tercela karena bertentangan
dengan syariah (haram). Dalam sstem ekonomi islam tidak semua barang dapat
diproduksi dan dikonsumsi. Islam dengan tegas mengklarifikasi barang-barang (silah)
atau komoditas ke dalam dua kategori. Pertama, barang-barang yang disebut
Al-qur’an Thayyibat yaitu barang-barang yang secara hukum halal dikonsumsi dan
produksi dan kedua Khabaits yaitu barang-barang yang secara hukum haram
dikonsumsi dan diproduksi.
2. Dilarang
melakukan kegiatan produksi yang mengarah kepada kazaliman, seperti riba dimana
kezaliman menjadi illat hukum bagi
haramnya riba dan riba secara bertahap dapat menghilangkan keadilan ekonomi,
yang merupakan ciri khas ekonomi islam, dan berdampak negatif bagi perekonomian
umat. Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah merumuskan empat kejahatan ekonomi yang
diakibatkan riba :
a. Riba
dapat mengakibatkan atau menimbulkan permusuhan antara palku ekonomi yang
akibatnya mengancam semangat kerja sama antara mereka.
b. Riba
dapat mengakibatkan lahirnya milyuner-milyuner baru tanpa kerja, sebagaimana
riba mengakibatkan penumpukan harta pada mereka.
c. Riba
adalah senjata penjajah.
3. Segala
bentuk penimbunan (ikhtikar) terhadap barang-barang kebutuhan bagi masyarakat,
adalah dilarang sebagai perlindungan syariah terhadap konsumen dari masyarakat.
Pelaku penimbunan menurut yusuf kamal, mengurangi tingkat produksi untuk
menguasai pasar, sangat tidak menguntungkan bagi konsumen dan masyarakat karena
berkurangnya suplai dan melonjaknya harga barang.
4. Memelihara
lingkungan. Manusia memiliki keunggulan dibandingkan makhluk lain ditunjuk
sebagai wakil (khalifah) tuhan di bumi bertuga menciptakan kehidupan dengan
memanfaatkan sumber-sumber daya yang dalam perspektif ekonomi islam dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Setiap
manusia adalah produsen, untuk menghasilakn barang-barang dan jasa yang dalam
prosesnya bersentuhan langsung dengan bumi sebagai faktor utama produksi.
b. Bumi
selain sebagai faktor produksi juga berfungsi mendidik manusia mengingat
kebesaran Allah, kebaikan-Nya yang telah mendistribusiakan rezeki yang adil di
antara manusia.
c. Sebagai
produsen dalam melakukan kegiatan produksi tidak boleh melakukan
tindakan-tindakan yang merusak lingkungan hidup atau lingkungan makhluk lain.
D.
Faktor-Faktor
Produksi
Setiap faktor produksi mempunyai
landasan teknis, yang dalam teori ekonomi disebut faktor produksi. Faktor
produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara
tingkat output dan kombinasi penggunakaan input. Persamaan ini dapat ditulis
sebagai berikut : [13]
Q = f (K, L, R, T)
|
Dimana
:
Q = Tingkat produksi
K = Modal
L = Tenaga kerja
R = Sumber daya alam
T = Teknologi
Maksud dari persamaan diatas merupakan
suatu pernyataan matematis yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi
suatu barang tergantung kepada jumlah modal, tenaga kerja, sumber daya alam dan
teknologi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda akan memerlukan
berbagai faktor produksi dalam jumlah yang berbeda juga. Disamping itu, untuk
satu tingkat produksi tertentu dapat pula digunakan gabungan faktor produksi
yang berbeda. Dengan membandingkan berbagai gabungan faktor produksi untuk
menghasilkan sejumlah barang tertentu dapatlah ditentukan gabungan faktor
produksi yang paling ekonomis untuk memproduksi sejumlah barang.
Adapun faktor-faktor produksi antara
lain: [14]
1. Sumber
daya alam (tanah)
Sumber daya alam ini
mencakup bumi dan segala isinya, baik yang ada di atas permukaan bumi maupun
yang terkandung di dalam bumi itu sendiri. Dalam produksi, semua itu
dikategorikan sebagai sumber alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan
dan kemakmuran umat manusia. Rasulullah SAW, sangat memperhatikan pemanfaatan
tanah mati sebagi sumberdaya bagi kemakmuran rakyat. Islam mengakui adanya
kepemilikan atas sumber daya alam yang ada, dengan selalu mengupayakan
pemanfaatan dan pemeliharaa yang baik atas sumber daya alam sebagai salah satu
faktor produksi. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberi dorongan kepada
seseorang dalam megembangkan (mengelola) tanah. Islam juga membolehkan pemilik
tanah menggunakan sumber-sumber alam yang lain sebagai bahan produksi.
2. Tenaga
kerja
Tenaga kerja merupakan
aset bagi keberhasilan suatu perusahaan, karena kesuksesan produksi terletak
pada kinerja sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Tenaga kerja yang
memiliki skill dan integritas yang baik merupakan modal utama bagi suatu
perusahaan. Tenaga kerja bukan hanya merupakan suatu jumlah usaha atau jasa
yang ditawarkan untuk dijual pada perusahaan, sehingga yang mempekerjakan
tenaga kerja mempunyai tanggung jawab moral dan sosial, sehingga dasar
penetapan besaran upah yang dibayarkan harus dapat meningkatkan kesejahteraan
tenaga kerja yang bersangkutan dengan tidak mengabaikan tingkat efisiensi kerja
sehingga dapat menekan biaya produksi.
Dalam Islam tenaga
kerja tidak terlepas dari moral dan etika dalam melakukan produksi agar tidak
merugikan orang lain. Tenaga kerja memiliki hak untuk menadapatkan gaji atas
kerja mereka. Bahkan Allah SWT, mengancam tidak akan memberikan perlindungan di
hari kiamat pada orang yang tidak memberikan upah pada pekerjanya. Memberikan
upah yang layak dalam syariat Islam tidaklah mudah, para ahli memiliki
perbedaan pendapat mengenai upah, ada yang berpendapat penentuan upah adalah
standar cukup (terbenuhinya kebutuhan sehari-hari). Ada juga yang berpendapat,
bahwa penentuan upah bergantung pada kontribusi mereka pada produksi.
3. Modal
Modal adalah sejumlah
daya beli atau yang dapat menciptakan daya yang dipergunakan untuk suatu proses
produksi, tanpa modal maka tidak dapat berproduksi. Modal tidak hanya berbentuk
uang, tetapi gedung, mesin, perabotan dan kekayaan fisik lainnya yang dapat
menghasilkan output.
4. Organisasi
(manajemen)
Manajemen merupakan
ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber-sumber
lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
5. Teknologi
Teknologi akan terus
berkembang mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan konsumen.
Produsen yang tidak mengikuti perkembangan teknologi tidak bisa survive karena
kalah saing dengan produsen lainnya yang mampu menghasilkan barang/jasa yang
lebih baik.
E.
Kurva
Isoquant
Dalam analisis berikut akan dicoba
melihat bagaiman teori produksi apabila terjadi perubahan pada dua faktor
produksi. Dimisalkan bahwa hanya dua faktor produksi yang dapat berubah-ubah
atau ditambah, sementara faktor produksi lain dianggap tetap. Dengan
menggunakan bantuan analisis kurva isoquant. Kurva isoquant berfungsi untuk
menggambarkan gabungan dua faktor produksi yang menghasilkan satu tingkat
produksi tertentu. Untuk penyederhanaan analisis, diasumsikan faktor produksi
terdiri atas dua, yaitu tenga kerja dan modal.
Diasumsikan, seorang produsen hendak
memproduksi suatu barang sebanyak 100 unit, untuk memproduksi barang tersebut
ia menggunakan dua faktor produksi yaitu tenaga kerja dan modal yang
penggunaannya dapat dipertukarkan. Didalam tabel berikut digambarkan empat
gabungan (kombinasi) tenaga kerja dan modal yang akan menghasilkan produksi
sebanyak 100 unit.
Tabel
2.2 Kombinasi Tenaga Kerja dan Modal untuk Menghasilkan 100 unit Produksi
Kombinasi
|
Tenaga
Kerja
|
Modal
|
A
|
1
|
6
|
B
|
2
|
3
|
C
|
3
|
2
|
D
|
6
|
1
|
Kombinasi
A memperlihatkan bahwa 1 unit tenaga kerja dan 6 modal dapat menghasilkan
produksi yang diinginkan tersebut. Kombinasi B menunjukkan bahwa yang
diperlukan adalah 2 unit tenaga kerja dan 3 unit modal. Kombinasi C,
menunjukkan yang diperlukan adalah 3 unit tenaga kerja dan 2 unit modal. Dan
kombinasi D memperlihatkan bahwa yang diperlukan adalah 6 unit tenaga kerja dan
1 unit modal. Kurva IQ dalam gambar dibuat berdasarkan kombinasi tenaga kerja dan
modal yang terdapat dalam tabel. Kurva tersebut dinamakan kurva isoquant. Kurva
isoquant menggambarkan gabungan tenaga kerja dan modal yang akan menghasilkan
satu tingkat produksi tertentu. Dalam contoh yang dibuat tingkat produksi
tersebut adalah 100 unit. Disamping itu, didapati kurva IQ1, IQ2,
IQ3 yang terletak di atas kurva IQ. Ketiga kurva yang lain tersebut
menggambarkan jumlah produksi yang berbeda-beda, yaitu berturut-turut sebanyak
200 unit, 300 unit, dan 400 unit (semakin jauh dari titik 0 letaknya kurva,
semakin tinggi tingkat produksi yang ditunjukkan). Masing-masing kurva yang
baru tersebut menunjukkan gabungan tenaga kerja dan modal yang diperlukan untuk
menghasilkan tingkat produksi yang ditunjukkan.
F.
Nilai-Nilai
Islam Dalam Produksi
Nilai-nilai Islam yang relevan dengan
produksi dikembangkan dari tiga nilai utama dalam ekonomi Islam yaitu khilafah
yang adil. Berikut ini nilai-nilai Islam dalam produksi, antara lain : [15]
1. Berwawasan
jangka panjang, hal ini berarti produsen dalam memproduksi tidak hanya
berorientasi keuntungan jangka pendek namun juga harus berorientasi jangka
panjang.
2. Menepati
janji dan kontrak. Seorang muslim tidak akan pernah mengkhianati kontrak kerja
yang disepakati demi mencari keuntungan yang lebih besar.
3. Memenuhi
ketepatan, kelugasan dan kebenaran. Seorang produsen muslim harus jujur dalam
menakar, hal ini akan berimbas pada peningkatan kepercayaan konsumen kepada
produsen.
4. Berpegang
teguh pada kedisiplinan dan dinamis. Seorang produsen harus disiplin dalam
bekerja , sehingga ia mampu memenuhi batas waktu dalam setiap kontrak kerjanya.
5. Memuliakan
prestasi atau produktivitas. Semakin tinggi tingkat produktivitas, maka akan
semakin besar pula reward yang diterima individu tersebut.
6. Mendorong
ukhuwah antarsesama pelaku ekonomi. Persaingan yang terdapat dalam ekonomi
Islam bukanlah persaingan yang harus saling mematikan, namun persaingan yang
tetap menjunjung tinggi prinsip atau aturan syariat.
7. Menghormati
hak milik individu. Tidak boleh seorang produsen muslim mengambil hak milik
individu secara paksa.
8. Mengikuti
syarat sah dan rukun akad atau transaksi.
9. Adil
dalam bertransaksi, tidak boleh ada eksploitasi dalam ekonomi Islam. Kedua
belah pihak harus berada pada posisi yang seimbang.
10. Memiliki
wawasan sosial, harus ada dana yang dialoksikan bagi keperluan sosial di jalan
Allah SWT.
11. Pembayaran
upah tepat waktu dan layak, tidak boleh mengeksploitasi hak-hak karyawan. Sebab
dalam Islam diharuskan membayar hak karyawan sebelum keringatnya kering.
12. Menghindari
jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam, meskipun produksi barang
yang diharamkan dalam Islam mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pemaparan materi diatas,
dapat disimpulkan bahwa produksi dalam Islam adalah proses mencari,
mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi output dalam rangka
meningkatkan mashlahah bagi manusia. Tujuan dari produksi yaitu untuk
menghasilkan barang dan jasa sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia dimasa
sekarand dan akan datang. Dalam Islam memperoleh keuntungan atau laba tidaklah
dilarang selama menerapkan prinsip dan nilai dalam syariat Islam. Adapun
faktor-faktor produksi dalam Islam yaitu sumber daya alam (tanah), tenaga
kerja, modal dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Faizah,
Fita Nurotul. 2018. Teori Produksi dalam Studi Ekonomi Islam Modern.
Tesis. UIN Walisongo Semarang.
Hakim,
Lukman. 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga.
Mannan,
M.A. 1992. Ekonomi Islam: Teori dan
Praktik, alih bahasa Pafat Arif Harahap, Jakarta: Intermasa.
Pardanawati,
Sri Laksmi. Perilaku Produsen Islam. Jurnal Ilmu Ekonomi Islam.Volume 1,
No 1, Maret 2015.
Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2015. Ekonomi Islam.
Jakarta: Rajawali Pres.
Rianto,
M. Nur dan Euis Amalia, 2014. Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi
Islam dan Ekonomi Konvensional. Jakarta: Kencana.
Rustam, Effendi. 2003. Produksi dalam
Islam. Yogyakarta: Magistra Insania Press.
Turmudi,
Muhammad. Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam IAIN Kendari, Jurnal ISLAMADINA, Volume 18, No 1, Maret 2017.
[1] Lukman Hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam (Jakarta:
Erlangga, 2012), hlm.64.
[3] Rustandi Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta:
Magiter Insania Press, 2003), hlm.12.
[4] M.A. Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktik, alih
bahasa Pafat Arif Harahap (Jakarta: Intermasa, 1992), hlm.54
[5] Rustandi Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta:
Magiter Insania Press, 2003), hlm.13.
[6] Ika
Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi ,Prinsip Dasar Ekonomi Islam:
Perspektif Maqashid al-Syari’ah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014) dalam jurnal Produksi Dalam Perspektif Ekonomi Islam oleh Muhammad Turmudi.
Perspektif Maqashid al-Syari’ah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014) dalam jurnal Produksi Dalam Perspektif Ekonomi Islam oleh Muhammad Turmudi.
[7] Sri Laksmi Pardanawati, Perilaku
Produsen Islam, Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, Volume 1, No 1, Maret 2015
[8] Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pres, 2015), hal 243
[9] Sri Laksmi Pardanawati, Perilaku
Produsen Islam, Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, Volume 1, No 1, Maret 2015
[11] M. Nur Rianto dan Euis
Amalia, Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi
Konvensional, (Jakarta: Kencana, 2014), hal 152-154
[12] Rustandi Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta:
Magiter Insania Press, 2003), hlm.14-21.
[13] M. Nur Rianto dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi: Suatu
Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, (Jakarta, Kencana, 2014),
hal 167-168
[14] Muhammad Turmudi, Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Kendari, Jurnal ISLAMADINA, Volume 18,
No 1, Maret 2017.
[15] M. Nur Rianto dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi: Suatu
Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, Jakarta, Kencana, 2014,
hal 161-162
No comments:
Post a Comment