Thursday, October 17, 2019

Teori Produksi Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Simon H.C menyatakan bahwa persoalan utama dalam masalah ekonomi selain kemiskinan adalah masalah produksi. Produksi merupakan elemen penting dalam aktivitas ekonomi. Keberadaan produksi menjadi titik sentral dalammata rantai kegiatan ekonomi selain distribusi dan konsumsi. Mustafa Nasution meneybutkan bahwa korelasi produksi, distribusi dan konsumsi seperti mata rantai yang saling berkaitan. Ketiganya akan berfungsi secara efektif dan efisien ketika berjalan beriringan dan akan mengalami stagnasi ketikasalah satu dari kryiga aspek tersebut terhenti. Oleh karena itu, pantaslah jika dikatakan bahwa produksi menempati sebagian besar ruang jiwa manusia menurut tingkat dan taraf masing-masing (Fita, 2018).
Produksi dalam ekonomi Islam merupakan setiap bentuk aktivitas yang dilakukan untuk mewujudkan manfaat atau menambahkannya dengan cara mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang disediakan Allah SWT, sehingga menjadi maslahat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sistem produksi merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari prinsip produksi serta faktor produksi. Prinsip produksi dalam Islam berarti menghasilkan sesuatu yang halal yang merupakan akumulasi dari semua proses produksi mulai dari sumber bahan baku sampai dengan jenis produk yang dihasilkan baik berupa barang maupun jasa (Turmudi, 2017).
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penyusun dapat mengambil rumusan masalah yaitu bagaimana teori produksi dalam perspektif Islam?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Produksi
Produksi dalam istilah konvensional adalah mengubah sumber-sumber dasar ke dalam barang jadi, atau proses dimana input diolah menjadi output. Dalam istilah ini kita mengaitkannya dengan konsep efisiensi ekonomis, yaitu suatu usaha yang meminimalkan biaya produksi dari beberapa tingkat output selama periode yang dibutuhkan.[1]
Sementara itu, menurut literatur ekonomi Islam, istilah produksi dalam bahasa arab disebut dengan “al-intaj” dari akar kata nataja, yang secara harfiah dimaknai dengan “ijadul silatin” (mewujudkan atau mengadakan sesuatu)[2]. Sedangkan dalam terminologi, para ekonom Muslim berbeda pendapat dalam menjelaskan produksi, diantaranya:
1.      Al-Ghazali (1058-1111M) menganggap bahwa produksi merupakan elemen penting dalam beribadah. Secara khusus ia memandang bahwa memproduksi barang-barang kebutuhan dasar sebagai suatu kewajiban sosial (fard alkifayah). Ini berarti jika telah ada orang yang berkecimpung di dunia usaha yang memproduksi barang-barang dengan jumlah yang mencukupi kebutuhan masyarakat, maka kewajiban seluruh masyarakat telah terpenuhi. Namun jika tidak ada seorangpun yang melibatkan diri dalam kegiatan tersebut atau jika jumlah yang diproduksi tidak mencukupi kebutuhan masyarakat, semua orang akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat. Ia menegaskan bahwa aktifitas ekonomi harus dilakukan secara efisien karena merupakan bagian dari pemenuhan tugas keagamaan seseorang.
2.      Ibnu Khaldun (1332-1406M) memandang produksi sebagai pencurahan tenaga untuk memproduksi sesuatu (barang atau jasa) yang dapat memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan individu maupun kebutuhan masyarakat.
3.      Imam Asy-Syatibi (W-1388M) menjelaskan bahwa produksi merupakan penambahan nilai guna atas suatu barang yang berorientasi kepada kemaslahatan, dimana kemaslahatan tersebut dapat terwujud dengan memelihara maqashid syari‟ah yang terdiri dari lima unsur pokok kehidupan, diantaranya agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
4.      Produksi menurut As-sadr, adalah usaha mengembangkan sumber daya alam agar lebuh bermanfaat bagi kebutuhan manusia.[3]
5.      Pengertian produksi perspektif islam yang dikemukakan Qutub Abdus Salam Duaib, adalah usaha mengekspoitasi sumber-sumber daya agar dapat menghasilkan manfaat ekonomi.
Dalam pengertian ahli ekonomi, yang dapat dikerjakan dikerjakan manusia hanyalah membuat barang-barang menjadi berguna yang ini disebut barang yang “dihasilkan”.[4] Dalam sistem ekonomi islam kata “produksi” merupakan salah satu kata kunci terpenting. Dari konsep dan gagasan produksi ditekankan bahwa tujuan utama yang ingin dicapai kegiatan ekonomi yang diteorisasikan sistem ekonomi islam adalah untuk kemaslahatan individu (self interest) dan kemaslahatan masyarakat (sosial interest) secara berimbang. Untuk menjamin terwujudnya kemaslahatan individu dan masyarakat, sistem ekonomi islam menyediakan beberapa landasan teoritis, sebagai berikut:[5]
1.      Keadilan ekonomi (Al-adalah al-iqtisadiyah).
2.      Jaminan sosial (At-takaful al-Ijtima’i).
3.      Pemanfaatan sumber-sumber daya ekonomi produktif secara efisien.
Produksi tidak berarti hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, melainkan yang dapat dilakukan oleh manusia adalah membuat barang-barang menjadi berguna yang dihasilkan dari beberapa aktivitas produksi, karena tidak ada seorang pun yang dapat menciptakan benda yang benar-benar baru. Membuat suatu barang menjadi berguna berarti memproduksi suatu barang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta memiliki daya jual yang yang tinggi.[6]
Gambar 2.1 Konsep Produksi dalam Islam













Sumber: Junal Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam (Muhammad Turmudi)


B.     Tujuan Produksi dalam Islam
Dalam konsep ekonomi konvensional produksi bertujuan untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Sedangkan produksi dalam Islam yang bertujuan untuk memberikan mashlahah yang maksimum bagi konsumen. Hal ini bukan berarti laba dilarang dalam Islam, namun mendapatkan laba tentunya tidak keluar dari syariat Islam [7]. Adapun konsep mashlahah  dalam perilaku produsen dibagi menjadi dua komponen, yaitu manfaat (fisik dan non-fisik) dan berkah. Konsep mashlahah dirumuskan dengan: [8]
M = π + B

 

           
Dimana :
            M = Mashlahah
                        π = keuntungan
                        B = Berkah
Keuntungan bagi seorang produsen biasanya adalah laba (profit), yang diperoleh setelah dikurangi oleh faktor-faktor produksi. Sedangkan berkah berwujud segala hal yang memberikan kebaikan dan manfaat bagi produsen sendiri dan manusia secara keseluruhan. [9]
Tujuan produksi menurut perspektif fiqih ekonomi khalifah Umar bin Khattab adalah sebagai berikut : [10]
1.      Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin.
Maksud tujuan ini berbeda dengan pemahaman kapitalis yang berusaha meraih keuntungan sebesar mungkin, akan tetapi ketika berproduksi memperhatikan realisasi keuntungan dalam arti tidak sekedar beproduksi rutin atau asal produksi.
2.      Merealisasikan kecukupan individu dan keluarga.
Seorang muslim wajib melakukan aktivitas yang dapat merealisasikan kecukupannya dan kecukupan orang yang menjadi kewajiban nafkahnya.
3.      Tidak mengandalkan orang lain.
Umar r.a. tidak membolehkan seseorang yang mampu bekerja untuk menengadahkan tangannnya kepada orang lain dengan meminta-minta, dan menyerukan kaum muslimin untuk bersandar kepada diri mereka sendiri, tidak mengharapkan apa yang ditangan orang lain.
4.       Melindungi harta dan mengembangkannya.
Harta memiliki peranan yang besar dalamIslam. Sebab dengan harta, dunia dan agama dapat ditegakkan. Tnpa harta, seorang tidak akan istiqomah dalam agamanya, dan tidak tenang dalam kehidupannya. Dalam fiqih ekonomi Umar r.a. terdapat banyak riwayat yang menjelaskan urgensi harta, dan bahwa harta sangat banyak dibutuhkan untuk penegakan berbagai masalah dunia dan agama. Sebab , di dunia harta adalah sebagai kemuliaan dan kehormatan, serta lebih melindungi agama seseorang. Didalamnya terdapatkebaikan bagi seseorang, dan menyambung silaturrahmi dengan orang lain. Karena itu, Umar r.a. menyerukan kepada manusia untuk memelihara harta dan mengembangkannnya dengan mengeksplorasinya dalam kegiatan-kegiatan produksi.
5.      Mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi dan mempersiapkannya untuk dimanfaatkan.
Rezeki yang diciptakan Allah swt, dimuka bumi ini lebih luas daripada yang terbesit dalam benak kita tentang kata rezeki itu sendiri. Rezeki bukan hanya harta yang didapatkan seseorang di tangannya untuk memenuhi kebutuhannya dan kesenangannnya, namun mencakup segala sesuatu yang dititpkan oleh Allah SWT di muka bumi ini.
6.      Pemberantasan dari belenggu ketergantungan ekonomi.
Produksi merupakan sarana terpenting dalam merealisasikan kemandirian ekonomi. Bangsa yang memproduksi kebutuhan-kebutuhannya adlah bangsa yang mandiri dan terbebas dari belenggu ketergantungan ekonomi bangsa lain. Sedangkan bangsa yang mengandalkan konsumsi akan selalu menjadi tawanan belenggu ekonomi bangsa lain. Sesungguhnya kemandirian politik dan peradaban suatu bangsa tidak akan sempurna tanpa kemandirian ekonomi.
7.      Taqarrub kepada Allah SWT
Bahwa seorang produsen muslim akan meraih pahala dari sisi Allah SWT disebabkan aktivitas produksinya, baik bertujuan untuk memperoleh keuntungan, merealisasikan kemapanan, melindungi harta dan mengembangkannya, atau tujuan lain selama ia menjadikan aktivitasnya tersebut sebagai sarana pertolongan dalam menaati Allah SWT.  
Adapun tujuan produksi dalam Islam sebagai berikut : [11]
1.      Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat.
Dalam pemenuhan kebutuhan ini menimbulkan dua implikasi. Pertama, produsen hanya menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu merupakan keinginan konsumen. Barang dan jasa yang dihasilkan harus memiliki manfaat riil bagi kehidupan yang Islam. Kedua, kuantitas produksi tidak akan berlebihan, tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar. Produksi barang dan jasa secara berlebihan tidak saja menimbulkan mis-alokasi sumber daya ekonomi dan kemubadziran, tetapi juga menyebabkan terkurasnya sumber daya ekonomi.
2.      Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannnya.
Dalam menyediakan kebutuhan masyarakat, produsen tidak hanya sekedar bersikap reaktif terhadap kebutuhan konsumen. Produsen dituntut untuk proaktif, kreatif dan inovatif dalam menemukan berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen. Penemuan ini kemudian dipromosikan kepada konsumen sehingga konsumen mengetahuinya. Konsumen sering kali tidak mengetahui barang apa yang dibutuhkan dalam hidupnya dimasa depan, sehingga produsen harus mampu melakukan inovasi dalam produksi.
3.      Menyiapkan persediaan barang dan jasa di masa depan
Sikap proaktif ini juga harus berorientasi ke masa depan karena tidak hanya menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kehidupan masa sekarang, namun untuk kehidupan mendatang. Selain itu, harus memiliki kesadaran dalam menggunakan sumber daya alam dan tidak melakukan eksploitasi agar tidak menimbulkan kelangkaan dimasa depan.
Orientasi ke masa depan dapat mendorong produsen untuk terus menerus melakukan riset dan pengembangan guna menemukan berbagai jenis kebutuhan, teknologi yang diterapkan, serta berbagai standar lain yang sesuai dengan tuntutan zaman. Efisiensi produksi juga perlu dilakukan untuk menjaga kelangsungan dan kesinambungan pembangunan. 
4.      Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah swt.
Tujuan produksi selain untuk mencapai mashlahah juga mendapatkan berkah, yang secara fisik belum tentu dirasakan oleh pengusaha itu sendiri. Hal ini berarti bahwa produksi tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga melindungi harta dan mengembangkannya.

C.    Prinsip-Prinsip Produksi
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam proses produksi, antara lain dikemukakan Muhammad Al-Munbarak dalam kitabnya Nizam al-islami al-iqtisadi: Mabadi Wa Qawa’id ‘Ammah, sebagai berikut:[12]
1.      Dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas yang tercela karena bertentangan dengan syariah (haram). Dalam sstem ekonomi islam tidak semua barang dapat diproduksi dan dikonsumsi. Islam dengan tegas mengklarifikasi barang-barang (silah) atau komoditas ke dalam dua kategori. Pertama, barang-barang yang disebut Al-qur’an Thayyibat yaitu barang-barang yang secara hukum halal dikonsumsi dan produksi dan kedua Khabaits yaitu barang-barang yang secara hukum haram dikonsumsi dan diproduksi.
2.      Dilarang melakukan kegiatan produksi yang mengarah kepada kazaliman, seperti riba dimana kezaliman menjadi illat hukum bagi haramnya riba dan riba secara bertahap dapat menghilangkan keadilan ekonomi, yang merupakan ciri khas ekonomi islam, dan berdampak negatif bagi perekonomian umat. Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah merumuskan empat kejahatan ekonomi yang diakibatkan riba :
a.       Riba dapat mengakibatkan atau menimbulkan permusuhan antara palku ekonomi yang akibatnya mengancam semangat kerja sama antara mereka.
b.      Riba dapat mengakibatkan lahirnya milyuner-milyuner baru tanpa kerja, sebagaimana riba mengakibatkan penumpukan harta pada mereka.
c.       Riba adalah senjata penjajah.
3.      Segala bentuk penimbunan (ikhtikar) terhadap barang-barang kebutuhan bagi masyarakat, adalah dilarang sebagai perlindungan syariah terhadap konsumen dari masyarakat. Pelaku penimbunan menurut yusuf kamal, mengurangi tingkat produksi untuk menguasai pasar, sangat tidak menguntungkan bagi konsumen dan masyarakat karena berkurangnya suplai dan melonjaknya harga barang.
4.      Memelihara lingkungan. Manusia memiliki keunggulan dibandingkan makhluk lain ditunjuk sebagai wakil (khalifah) tuhan di bumi bertuga menciptakan kehidupan dengan memanfaatkan sumber-sumber daya yang dalam perspektif ekonomi islam dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Setiap manusia adalah produsen, untuk menghasilakn barang-barang dan jasa yang dalam prosesnya bersentuhan langsung dengan bumi sebagai faktor utama produksi.
b.      Bumi selain sebagai faktor produksi juga berfungsi mendidik manusia mengingat kebesaran Allah, kebaikan-Nya yang telah mendistribusiakan rezeki yang adil di antara manusia.
c.       Sebagai produsen dalam melakukan kegiatan produksi tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang merusak lingkungan hidup atau lingkungan makhluk lain.
D.    Faktor-Faktor Produksi
Setiap faktor produksi mempunyai landasan teknis, yang dalam teori ekonomi disebut faktor produksi. Faktor produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan kombinasi penggunakaan input. Persamaan ini dapat ditulis sebagai berikut : [13]
Q = f (K, L, R, T)

           


Dimana :
            Q = Tingkat produksi
            K = Modal
            L = Tenaga kerja
            R = Sumber daya alam
            T = Teknologi
Maksud dari persamaan diatas merupakan suatu pernyataan matematis yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, tenaga kerja, sumber daya alam dan teknologi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda akan memerlukan berbagai faktor produksi dalam jumlah yang berbeda juga. Disamping itu, untuk satu tingkat produksi tertentu dapat pula digunakan gabungan faktor produksi yang berbeda. Dengan membandingkan berbagai gabungan faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu dapatlah ditentukan gabungan faktor produksi yang paling ekonomis untuk memproduksi sejumlah barang.
Adapun faktor-faktor produksi antara lain: [14]
1.      Sumber daya alam (tanah)
Sumber daya alam ini mencakup bumi dan segala isinya, baik yang ada di atas permukaan bumi maupun yang terkandung di dalam bumi itu sendiri. Dalam produksi, semua itu dikategorikan sebagai sumber alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran umat manusia. Rasulullah SAW, sangat memperhatikan pemanfaatan tanah mati sebagi sumberdaya bagi kemakmuran rakyat. Islam mengakui adanya kepemilikan atas sumber daya alam yang ada, dengan selalu mengupayakan pemanfaatan dan pemeliharaa yang baik atas sumber daya alam sebagai salah satu faktor produksi. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberi dorongan kepada seseorang dalam megembangkan (mengelola) tanah. Islam juga membolehkan pemilik tanah menggunakan sumber-sumber alam yang lain sebagai bahan produksi.
2.      Tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan aset bagi keberhasilan suatu perusahaan, karena kesuksesan produksi terletak pada kinerja sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Tenaga kerja yang memiliki skill dan integritas yang baik merupakan modal utama bagi suatu perusahaan. Tenaga kerja bukan hanya merupakan suatu jumlah usaha atau jasa yang ditawarkan untuk dijual pada perusahaan, sehingga yang mempekerjakan tenaga kerja mempunyai tanggung jawab moral dan sosial, sehingga dasar penetapan besaran upah yang dibayarkan harus dapat meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja yang bersangkutan dengan tidak mengabaikan tingkat efisiensi kerja sehingga dapat menekan biaya produksi.
Dalam Islam tenaga kerja tidak terlepas dari moral dan etika dalam melakukan produksi agar tidak merugikan orang lain. Tenaga kerja memiliki hak untuk menadapatkan gaji atas kerja mereka. Bahkan Allah SWT, mengancam tidak akan memberikan perlindungan di hari kiamat pada orang yang tidak memberikan upah pada pekerjanya. Memberikan upah yang layak dalam syariat Islam tidaklah mudah, para ahli memiliki perbedaan pendapat mengenai upah, ada yang berpendapat penentuan upah adalah standar cukup (terbenuhinya kebutuhan sehari-hari). Ada juga yang berpendapat, bahwa penentuan upah bergantung pada kontribusi mereka pada produksi.
3.      Modal
Modal adalah sejumlah daya beli atau yang dapat menciptakan daya yang dipergunakan untuk suatu proses produksi, tanpa modal maka tidak dapat berproduksi. Modal tidak hanya berbentuk uang, tetapi gedung, mesin, perabotan dan kekayaan fisik lainnya yang dapat menghasilkan output.
4.      Organisasi (manajemen)  
Manajemen merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
5.      Teknologi
Teknologi akan terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan konsumen. Produsen yang tidak mengikuti perkembangan teknologi tidak bisa survive karena kalah saing dengan produsen lainnya yang mampu menghasilkan barang/jasa yang lebih baik. 
E.     Kurva Isoquant
Dalam analisis berikut akan dicoba melihat bagaiman teori produksi apabila terjadi perubahan pada dua faktor produksi. Dimisalkan bahwa hanya dua faktor produksi yang dapat berubah-ubah atau ditambah, sementara faktor produksi lain dianggap tetap. Dengan menggunakan bantuan analisis kurva isoquant. Kurva isoquant berfungsi untuk menggambarkan gabungan dua faktor produksi yang menghasilkan satu tingkat produksi tertentu. Untuk penyederhanaan analisis, diasumsikan faktor produksi terdiri atas dua, yaitu tenga kerja dan modal.
Diasumsikan, seorang produsen hendak memproduksi suatu barang sebanyak 100 unit, untuk memproduksi barang tersebut ia menggunakan dua faktor produksi yaitu tenaga kerja dan modal yang penggunaannya dapat dipertukarkan. Didalam tabel berikut digambarkan empat gabungan (kombinasi) tenaga kerja dan modal yang akan menghasilkan produksi sebanyak 100 unit.




Tabel 2.2 Kombinasi Tenaga Kerja dan Modal untuk Menghasilkan 100 unit Produksi
Kombinasi
Tenaga Kerja
Modal
A
1
6
B
2
3
C
3
2
D
6
1

Kombinasi A memperlihatkan bahwa 1 unit tenaga kerja dan 6 modal dapat menghasilkan produksi yang diinginkan tersebut. Kombinasi B menunjukkan bahwa yang diperlukan adalah 2 unit tenaga kerja dan 3 unit modal. Kombinasi C, menunjukkan yang diperlukan adalah 3 unit tenaga kerja dan 2 unit modal. Dan kombinasi D memperlihatkan bahwa yang diperlukan adalah 6 unit tenaga kerja dan 1 unit modal. Kurva IQ dalam gambar dibuat berdasarkan kombinasi tenaga kerja dan modal yang terdapat dalam tabel. Kurva tersebut dinamakan kurva isoquant. Kurva isoquant menggambarkan gabungan tenaga kerja dan modal yang akan menghasilkan satu tingkat produksi tertentu. Dalam contoh yang dibuat tingkat produksi tersebut adalah 100 unit. Disamping itu, didapati kurva IQ1, IQ2, IQ3 yang terletak di atas kurva IQ. Ketiga kurva yang lain tersebut menggambarkan jumlah produksi yang berbeda-beda, yaitu berturut-turut sebanyak 200 unit, 300 unit, dan 400 unit (semakin jauh dari titik 0 letaknya kurva, semakin tinggi tingkat produksi yang ditunjukkan). Masing-masing kurva yang baru tersebut menunjukkan gabungan tenaga kerja dan modal yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat produksi yang ditunjukkan.











F.     Nilai-Nilai Islam Dalam Produksi
Nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama dalam ekonomi Islam yaitu khilafah yang adil. Berikut ini nilai-nilai Islam dalam produksi, antara lain : [15]
1.      Berwawasan jangka panjang, hal ini berarti produsen dalam memproduksi tidak hanya berorientasi keuntungan jangka pendek namun juga harus berorientasi jangka panjang.
2.      Menepati janji dan kontrak. Seorang muslim tidak akan pernah mengkhianati kontrak kerja yang disepakati demi mencari keuntungan yang lebih besar.
3.      Memenuhi ketepatan, kelugasan dan kebenaran. Seorang produsen muslim harus jujur dalam menakar, hal ini akan berimbas pada peningkatan kepercayaan konsumen kepada produsen.
4.      Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis. Seorang produsen harus disiplin dalam bekerja , sehingga ia mampu memenuhi batas waktu dalam setiap kontrak kerjanya.
5.      Memuliakan prestasi atau produktivitas. Semakin tinggi tingkat produktivitas, maka akan semakin besar pula reward yang diterima individu tersebut.
6.      Mendorong ukhuwah antarsesama pelaku ekonomi. Persaingan yang terdapat dalam ekonomi Islam bukanlah persaingan yang harus saling mematikan, namun persaingan yang tetap menjunjung tinggi prinsip atau aturan syariat.
7.      Menghormati hak milik individu. Tidak boleh seorang produsen muslim mengambil hak milik individu secara paksa.
8.      Mengikuti syarat sah dan rukun akad atau transaksi.
9.      Adil dalam bertransaksi, tidak boleh ada eksploitasi dalam ekonomi Islam. Kedua belah pihak harus berada pada posisi yang seimbang.
10.  Memiliki wawasan sosial, harus ada dana yang dialoksikan bagi keperluan sosial di jalan Allah SWT.
11.  Pembayaran upah tepat waktu dan layak, tidak boleh mengeksploitasi hak-hak karyawan. Sebab dalam Islam diharuskan membayar hak karyawan sebelum keringatnya kering.
12.  Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam, meskipun produksi barang yang diharamkan dalam Islam mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi.








BAB III
PENUTUP

Berdasarkan pemaparan materi diatas, dapat disimpulkan bahwa produksi dalam Islam adalah proses mencari, mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan mashlahah bagi manusia. Tujuan dari produksi yaitu untuk menghasilkan barang dan jasa sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia dimasa sekarand dan akan datang. Dalam Islam memperoleh keuntungan atau laba tidaklah dilarang selama menerapkan prinsip dan nilai dalam syariat Islam. Adapun faktor-faktor produksi dalam Islam yaitu sumber daya alam (tanah), tenaga kerja, modal dan teknologi.
           











DAFTAR PUSTAKA

Faizah, Fita Nurotul. 2018. Teori Produksi dalam Studi Ekonomi Islam Modern. Tesis. UIN Walisongo Semarang.

Hakim, Lukman. 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga.
Mannan, M.A. 1992. Ekonomi Islam: Teori dan Praktik, alih bahasa Pafat Arif Harahap, Jakarta: Intermasa.

Pardanawati, Sri Laksmi. Perilaku Produsen Islam. Jurnal Ilmu Ekonomi Islam.Volume 1, No 1, Maret 2015.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2015. Ekonomi Islam. Jakarta:  Rajawali Pres.

Rianto, M. Nur dan Euis Amalia, 2014. Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional. Jakarta: Kencana.

Rustam, Effendi. 2003. Produksi dalam Islam. Yogyakarta: Magistra Insania Press.
Turmudi, Muhammad. Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Kendari, Jurnal ISLAMADINA, Volume 18, No 1, Maret 2017.


[1] Lukman Hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm.64.
[2] Ibid.
[3] Rustandi Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: Magiter Insania Press, 2003), hlm.12.
[4] M.A. Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktik, alih bahasa Pafat Arif Harahap (Jakarta: Intermasa, 1992), hlm.54
[5] Rustandi Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: Magiter Insania Press, 2003), hlm.13.
[6] Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi ,Prinsip Dasar Ekonomi Islam:
Perspektif Maqashid al-Syari’ah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014) dalam jurnal Produksi Dalam Perspektif Ekonomi Islam oleh Muhammad Turmudi.
[7] Sri Laksmi Pardanawati, Perilaku Produsen Islam, Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, Volume 1, No 1, Maret 2015
[8] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, (Jakarta:  Rajawali Pres, 2015), hal 243
[9] Sri Laksmi Pardanawati, Perilaku Produsen Islam, Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, Volume 1, No 1, Maret 2015
[10] Lukman Hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta: Erlangga, 2012), hal 70-72
[11] M. Nur Rianto dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, (Jakarta: Kencana, 2014), hal 152-154
[12] Rustandi Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: Magiter Insania Press, 2003), hlm.14-21.
[13] M. Nur Rianto dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, (Jakarta, Kencana, 2014), hal 167-168
[14] Muhammad Turmudi, Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Kendari, Jurnal ISLAMADINA, Volume 18, No 1, Maret 2017.
[15] M. Nur Rianto dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, Jakarta, Kencana, 2014, hal 161-162

No comments:

Post a Comment